AL-QUR’AN DIJAGA LANGSUNG OLEH ILAHI

بسم الله الر حمن الر حيم
نحمده و نصلى على رسوله الكريم   و على عبده المسيح الموعود


Oleh: Mln. Mubarak Achmad

AL-QURAN DIJAGA LANGSUNG OLEH ILAHI

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ وَ اِنَّا لَہٗ لَحٰفِظُوۡنَ

“Sesungguhnya, Kami Yang telah menurunkan Peringatan Al-Qur’an ini, dan sesungguhnya Kami baginya adalah Pemelihara.” (QS. Al-Hijr: 9).

Kitab Suci Al-Qur`an senantiasa terpelihara benar keutuhannya dan tiap-tiap katanya telah sampai kepada kita bebas dari perubahan dan penyisipan. Keadaannya adalah persis seperti tatkala Allah Ta’ala mewahyukan kepada Rasulullah saw kira-kira 1400 tahun yang lalu. Al-Qur`an mulai diwahyukan sejak permulaan sekali da’wa nubuwat.

Wahyu pertama yang terdiri atas beberapa ayat diterima oleh Rasulullah saw di Gua Hiro. Kemudian wahyu terus-menerus turun sehingga wafat beliau saw. Jadi jangka waktu turunnya seluruh wahyu Al-Qur`an itu menjangkau hampir dua puluh tiga tahun.

Kita mengetahui, berdasar kesaksian para Sahabat, bahwa mula-mula wahyu turun kepada Rasulullah saw berselang-selang dan sedikit demi sedikit, tetapi lambat-laun dengan berlalunya masa menjadi bertambah volumenya dan derasnya sehingga pada tahun-tahun terakhir kehidupan beliau telah membengkak seakan-akan laksana hujan deras yang hampir-hampir tidak ada henti-hentinya.

Salah satu sebab mengapa demikian, ialah, ajaran yang terkandung dalam wahyu itu semuanya serba baru dan tidak mudah bagi orang-orang untuk menangkap makna sepenuhnya. Oleh karena itu, Al-Qur`an diwahyukan berdikit-dikit pada permulaannya. Akan tetapi, setelah pokok-pokok dasar Islam difahami sepenuhnya dan agak menjadi mudah bagi orang-orang untuk dapat menangkap arti ajaran dan bahasan-bahasan yang diuraikan dalam Al-Qur`an, maka wahyu itu datang lebih cepat dan isinya makin luas.

Tujuannya ialah, supaya seluruh orang Islam harus mempunyai kesanggupan menangkap ajaran-ajaran Al-Qur`an itu. Sebab yang lain ialah, jumlah orang Muslim pada waktu permulaan masih sangat kecil dan, oleh karena Tuhan menghendaki supaya teks Al-Qur`an itu harus terpelihara dengan sebaik-baiknya dan kemudian tidak akan mengundang keraguan sedikit pun, maka hanya bagian-bagian kecil diwahyukan pada permulaannya dan selalu ada jarak waktu, yang kadang-kadang sampai beberapa bulan, antara turunnya sebagian ayat dengan sebagian yang berikutnya.

Dengan demikian orang-orang Muslim yang baru sedikit itu diberi tempo dan kesempatan untuk dapat menghafalkan seluruh wahyu itu sehingga soal pemeliharaan keutuhan teks bukanlah sesuatu yang mustahil. Ketika jumlah orang-orang Muslim bertambah dan perlindungan dan pemeliharaan teks Al-Qur`an menjadi lebih mudah, wahyu mulai terasa lebih deras pula.

Menjelang akhir masa kehidupan Rasulullah saw jumlah orang-orang Muslim telah melampaui bilangan seratus ribu dan cara menghafalkan Al-Qur`an menjadi sangat mudah. Pada masa itu wahyu turun makin bertambah deras. Dengan rencana Ilahi ini keaslian teks Al-Qur`an sama sekali bebas dari keraguan.

Al-Qur’an adalah Firman Allah Ta’ala, kumpulan wahyu yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw selama 23 tahun Dengan perantaraan Malaikat Jibril, Telah turun bersamanya ruh yang terpercaya, Jibrail” (QS. Asy-Syu’ara:148), sebagai Kitab Suci umat Islam di dalam bahasa Arab “dan Al-Qur’an ini adalah bahasa Arab yang jelas” (QS. An-Nahl: 103). ”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya Al-Qur’an dalam bahasa Arab, supaya kamu memahami” (QS. Yusuf: 2).

Dan Al-Qur’an Merupakan Ummul-kitab berarti sumber perintah-perintah (Lane), ungkapan itu berarti bahwa Al-Qur’an ada dalam ilmu Tuhan – Sumber Asli – sebagai dasar syariat, atau dapat pula berarti telah ditakdirkan bahwa Al-Qur’an akan merupakan dasar Hukum Ilahi yang terakhir, ”Dan, Sesungguhnya Al-Qur’an ini dalam Induk Kitab, benar-benar di sisi Kami sangat luhur, sangat bijaksana” (QS. Az-ZuKhruf: 4). Dan Allah Ta’ala sendiri Yang langsung mengajarkan Al-Qur’an Kepada Nabi Muhammad saw. Tiada seorangpun yang akan bisa membuat kitab serupa untuk menandingi Al-Qur’an. ”Kami akan mengajari engkau Al-Qur’an, maka engkau tidak akan melupakan-nya” (QS. Al-A’laa: 6)

Rasulullah saw adalah manusia dan dalam keadaan serupa itu beliau saw dapat lupa dan beliau saw memang pernah lupa akan hal-hal sejauh menyangkut kehidupan. Tetapi Tuhan dalam kebijaksanaan-Nya yang tidak pernah keliru, telah mengatur petunjuk demikian rupa, sehingga sekalipun Rasulullah saw tidak dapat membaca dan menulis dan kadang-kadang ada Surah-surah panjang diwahyukan kepada Beliau saw dalam satu keseluruhan pada suatu waktu, namun itu telah terpatri pada ingatan Beliau saw tidak terhapuskan sehingga Beliau saw tidak pernah menjadi lupa atau ragu-ragu dalam mengungkapkan bagian-bagian yang diwahyukan itu.

Sesungguh merupakan hal yang amat menakjubkan, bahwa Surah-surah yang amat panjang, seperti Al-Baqarah, Ali-Imran, dan An-Nisa telah diturunkan sepotong demi sepotong, dan suatu jangka waktu beberapa tahun menyelang di antara turunnya bagian yang satu dengan yang lain, namun demikian Rasulullah saw tidak pernah tergagap-gagap atau ragu-ragu barang sesaat pun dalam meletakkan ayat-ayat itu pada tempatnya. Ini merupakan suatu kenyataan yang tidak pernah diperbantahkan sekalipun oleh para ahli kritik yang paling memusuhi Al-Quran.

Al-Qur’an diturunkan oleh Ilahi setahap-demi setahap berangsur-angsur, Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an kepada engkau dengan berangsur- angsur” (QS. Al-Insan: 23). Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dan sedikit-sedikit. Diturunkannya meliputi masa 23 tahun. Proses bertahap itu bertujuan ganda. Proses ini membatu orang-orang mukmin mempelajari, menghafalkan, dan meresapkannya serta membentuk kehidupan mereka sesuai dengan ajaran Al-Qur’an itu.

Proses bertahap itu juga dimaksudkan pula guna memenuhi keperluan-keperluan yang kian meningkat menurut keadaan-keadaan lingkungan yang berubah dan guna menguatkan keimanan dan keyakinan kaum Muslimin, sebab selama masa-antara itu mereka mendapat kesempatan menyaksikan penyempurnaan nubuatan-nubuatan (khabar-khabar gaib) yang dikemukakan terlebih dahulu dalam Al-Qur’an.

Diwahyukannya Al-Qur’an secara sedikit-sedikit itu menjadikan nubuatan Bible berikut ini genap : “Karena adalah hukum bertambah hukum, dan hukum bertampah hukum, syarat bertambah syarat dan syarat bertambah syarat, di sini sedikit di sana sedikit.” (Yesaya 28:10.)

”Dan jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah satu Surah yang semisalnya, dan ajaklah pembantu-pembantumu selain Allah, sekiranya kamu memang orang-orang yang benar” (QS. Al-Baqarah: 23).

Al-Qur’an seutuhnya dida’wahkan Kitab yang sempurna, maka para penentangnya diminta membuat yang serupa seutuhnya; semua tantangannya berlaku untuk sepanjang zaman. Bahkan dalam bentuk dan segi apa pun orang-orang kafir telah ditantang untuk mengemukakan suatu gubahan seperti Al-Qur’an, tuntutan akan keindahan gaya bahasa dan kecantikan pilihan kata-katanya yang setanding dengan Al-Qur’an, merupakan pula bagian tantangan itu.

Orang-orang kafir tidak akan bisa membuat kitab semisal Al-Qur’an, paling hanya membual bahwa mereka dapat mengemukakan suatu gubahan yang sama seperti Al-Qur’an. Tetapi, ini hanya bualan hampa yang mereka tidak berani mewujudkan dalam bentuk kenyataan.

Tantangan bahwa mereka sekali-kali tidak akan mampu mengemukakan satu surah pendek sekalipun, seperti Surah Al-Qur’an, tetap tidak pernah mendapat jawaban. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan, apabila Ayat-ayat Kami ditilawatkan kepada mereka, berkatalah mereka, “Kami telah mendengar. Jika kami ingin, niscaya kami pun pasti dapat mengatakan serupa itu, Al-Qur’an ini tiada lain hanya dongeng-dongeng orang-orang dahulu” (QS. Al- Anfal: 31).

PENJAGAAN AL-QUR’AN

Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci dan kalam Ilahi yang paling baik disimpan penjagaannya selama 1400 tahun lebih dan kesempurnaan ini dapat dipastikan dari bukti Al-Quran sejak awal diturunkan dan dilestarikan sejak zaman Nabi Muhammad saw hingga sekarang dan bahkan insya Allah hingga hari Kiamat akan terpelihara dengan Sempurna, dijaga terhadap segala macam campur tangan dan upaya pemutarbalikan oleh manusia serta tetap asli dan tak ada satu titikpun yang berubah.

Sebagaimana Firman-firman Allah Ta’ala: Dalam suatu kitab terpelihara dengan baik” (QS. Al-Waqiah: 78). Dalam sebuah batu tulis yang terjaga ketat” (QS. Al-Buruuj: 22). “Yang tercantum di dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan” (QS. ‘Abasa: 13). Adanya Al-Qur’an berupa ikhtisar semua ajaran kekal dan tidak dapat dimasukhkan, yang terkandung di dalam berbagai Kitab wahyu, seolah-olah himpunan semua Kitab samawi. Inilah maksud kata-kata, “Yang tercantum di dalam lembaran-lembaran yang dimuliakn.” Ayat selan-jutnya mengemukakan bahwa Al-Qur’an akan tertulis dalam bentuk sebuah Kitab ; Al-Qur’an akan dimuliakan ; dihormati dan akan dijaga serta tetap terpelihara dari segala macam penyisipan dan pencampur-tanganan.

“Dia mengajarkan Al-Qur’an” (QS. Ar-Rahman: 2). Tuhan memperlihatkan wujud-Nya dengan perantaraan rasul-rasul dan nabi-nabi-Nya, yang kepada mereka Dia menurunkan kalam-Nya. Al-Qur’an merupakan puncak wahyu Ilahi; wahyu Ilahi kepada manusia melaui kalam-Nya itu semata-mata merupakan anugerah Tuhan yang mengalir dari sifat rahmaniyat Ilahi.

Maka, tidakkah mereka ingin merenungkan Al-Qur’an ? Dan, andaikata Al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah Ta’ala, niscaya mereka akan mendapati di dalamnya banyak pertentangan (QS. An-Nisa: 82) “Pertentangan “ dapat mengacu kepada pertentangan-pertentangan dalam teks Al-Qur’an dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya; atau kepada ketidakadaan persesuaian antara nubuatan-nubuatan yang tersebut dalam Al-Qur’an dengan hasil atau penggenapan nubuatan-nubuatan itu. Apakah mereka berkata, “ Ia telah membuat-buatnya ? “ Katakanlah, “Bawalah sepuluh surah semisal itu yang dibuat-buat ; dan panggillah siapa saja yang dapat kamu panggil selain Allah Ta’ala, jika memang kamu orang yang benar.”(QS. Hud: 13).

Katakanlah, “Seandainya berhimpun manusia dan jin untuk mendatangkan yang semisal Al-Qur’an ini, tidaklah mereka akan sanggup mendatangkan yang sama seperti ini, walaupun sebagian mereka kepada sebagian yang lain sebagai penolong” (QS. Isra :88}.

Tantangan ini pertama-tama diajukan kepada mereka yang berkecimpung dalam kebiasaan-kebiasaan klenik, supaya mereka meminta pertolongan ruh-ruh gaib, yang darinya orang-orang ahli kebatinan itu menurut pengakuannya sendiri – menerima ilmu rohani. Tantangan ini berlaku pula untuk semua orang yang menolak Al-Qur’an bersumber pada Tuhan dan untuk sepanjang masa.

Lebih Khusus lagi Allah Ta’ala sendiri menegaskan yang langsung menjaga kitab Suci Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya, yakni;

اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ وَ اِنَّا لَہٗ لَحٰفِظُوۡنَ

“Sesungguhnya, Kami Yang telah menurunkan Peringatan Al-Qur’an ini, dan sesungguhnya Kami baginya adalah Pemelihara” (QS. Al-Hijr: 9).

Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Qur’an yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang begitu ajaibnya, sehingga sekalipun tidak ada bukti-bukti lainnya, ayat ini niscaya sudah cukup membuktikan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari Tuhan. Surah ini diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Rasulullah saw beserta para pengikut Beliau saw sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru itu.

Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam dan mereka diperingatkan bahwa Tuhan akan menggagalkan segala tipu-daya mereka, sebab Dia sendirilah Penjaganya. Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam ; kendatipun demikian Al-Qur’an tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Qur’an yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan.

Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata, “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Alquran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengelami perubahan . . . Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Al-Qur’an maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan . . . Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (Introduction to “The Life of Mohammad”).

Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Alquran di masa kemudian, telah gagal” (Enc. Brit.). Kebalikannya kegagalan mutlak dari Dr, Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kenurnian teks Al-Qur’an, membuktikan dengan pasti kebenaran da’wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Qur’an-lah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.

Dalam Firman Lain dinyatakan; “Dan Kami telah memeliharanya dari setiap setan yang terkutuk” (QS.Al-Hijr: 17). Sehingga sebelum kita membaca Al-Qur’an memohon perlindungan kepada Ilahi. “Maka apabila engkau hendak membaca Al-Qur’an maka mohonlah perlindungan Allah dari setan yang terkutuk” (QS. AN-Nahl: 98).

Sesungguhnya, tanggungjawab Kami mengumpulkannya dan membacakannya” (QS. Al-Qiyamah: 17) Bukhari meriwayatkan bahwa pertama-tama, ketika sebagian Al-Qur’an tertentu diwahyukan kepada Rasulullah saw. dalam kekhawatiran jangan-jangan beliau akan melupakannya, dengan serta merta, mulai mengulang-ulang wahyu itu.

Kebiasaan itulah yang dalam ayat yang mendahuluinya Rasulullah saw. diperintahkan supaya meninggalkannya, sebagaimana di dalam tiga ayat berikutnya Tuhan mewajibkan atas Diri-Nya Sendiri, bukan saja menjaga keaslian teks Alquran dari pemalsuan, melainkan juga mengawasi pengumpulannya hingga menjadi sebuah Kitab yang tersusun utuh tanpa bercacat (lihat “Pengantar untuk Mempelajari Al-Qur’an”) dan juga agar Amanatnya disampaikan dan diterangkan ke seluruh dunia (QS. 15:9).

Atau, maksud ayat-ayat ini mungkin karena ayat-ayat sebelumnya , mengebut-nyebut hari pembalasan bagi orang-orang kafir, Rasulullah saw. tentu saja merasa khawatir kalau wahyu yang mengandung azab yang dijanjikan itu akan datang dengan segera.

Beliau di sini diberitahu, bahwa beliau tidak perlu cemas mengenai perkara itu, sebab telah menjadi tanggung-jawab Tuhan kapan waktunya wahyu yang bersangkutan harus datang dan dalam bentuk apa azab harus terjadi dan juga bahwa Al-Qur’an itu harus dikumpulkan, dibaca, dan diterangkan kepada dunia. Selain arti yang diberikan dalam terjemahan teks, ayat ini dapat diberi ulasan sebagai berikut: “Telah menjadi kewajiban Kami-lah bahwa Kami harus menerangkan wahyu Al-Qur’an itu dengan perantara lidahmu” (Ruh al-Ma’ani). Hal itu menekankan dan menegaskan bahwa sunnah Rasulullah saw. tidak boleh dilanggar dan tidak boleh diabaikan, sebab sunnah merupakan petunjuk yang aman lagi pasti, dan kedudukannya hanya satu angka di bawah Al-Qur’an sendiri.

Selanjutnya perlu kita ketahui Al-Qur’an juga dikenal dengan nama-nama sebagai berikut: AL-KITAB (Kitab); AL-FURQON (Pembeda); AL-DZIKIR (Mengingat); AL-BAYAN (Penjelasan); AL-BURHAN (Argumen); AL-HAQ (Kebenaran); AL-TANZILl (Wahyu); AL-HIKMAH (Kebijaksanaan); AL-HUDA (Petunjuk);
AL-HUKM (Penghakiman); AL-MAU’ZAH (Nasihat ); AL-RAHMAT (belas kasih); AL-NUR (Cahaya); AL-RUH (Firman).

Berkenaan dengan Firman Allah Ta’ala surah Al-Hijr:10, Dalam Tafsir Kabir Volume 4, Halaman 17 , Hadhrat Mirza Bashiruddin Maḥmud Aḥmad ra, Khaliatul Masih II menerangkan bahwa ini bukanlah kebetulan bahwa Al-Qur’an telah disimpan sejak diwahyukan. Faktanya, pelestariannya diisyaratkan dalam Al-Qur’an, Artinya itu dijaga dengan dua cara. Pertama, itu dituliskan sejak awal dan kedua, telah dihafal oleh orang-orang secara penuh sejak wahyu pertama.

Perlu diketahui bahwa penjagaan Al-Qur’an setelah diwahyukan, segeralah dihafal oleh para Qurra’ maka Nabi Muhammad saw segera memerintahkan langsung seorang kuttaab ul wahyi (pencatat atau penulis wahyu Al-Qur’an) untuk menuliskannya datas Ruqqaa’ (jamaknya dari kata ruq’ah/papan, terkadang ditulis di bebatuan, di potongan Kulit, Tulang belikat unta, di pelepah kurma, dll, masih dalam lembaran-lembaran).

اذا نزل عليه شيء دعا بعض من كان يكتب

‘Kapanpun sebuah ayat diturunkan, Nabi saw akan memanggil salah satu ahli pencatat Al-Qur’an’ [Musnad Ahmad bin Hanbal].

Jika dengan bagian-bagian Al-Qur’an yang tertulis itu disatukan, salinan lengkap Al-Qur’an dapat disatukan dari para sahabat yang menghafal dan mencatat wahyu Al-Qur’an. Selain itu, beberapa sahabat telah menuliskan Al-Qur’an secara utuh seperti yang ditunjukkan oleh riwayat berikut:

حدثنا قتادة, قال سألت أنس بن مالك رضى الله عنه من جمع القرآن على عهد النبي صلى الله عليه وسلم قال أربعة كلهم من الأنصار أبى بن كعب ومعاذ بن جبل, وزيد بن ثابت, وأبو زيد. تابعه الفضل عن حسين بن واقد عَنْ ثُمَامَةَ عَنْ أَنَسٍ.

Diceritakan oleh Qatada: Saya bertanya kepada Anas bin Malik (ra) : “Siapa yang mengumpulkan Al-Qur’an pada masa Nabi saw ?” Dia menjawab, “Empat, semuanya berasal dari Anṣār: Ubayy bin Ka’b, Mu’ādh bin Jabal, Zaid bin Thābit dan Abū Zaid”(Bukhari).

عن أنس, قال مات النبي صلى الله عليه وسلم ولم يجمع القرآن غير أربعة أبو الدرداء ومعاذ بن جبل وزيد بن ثابت وأبو زيد

Diceritakan oleh Anas bin Malik (ra) : Ketika Nabi ( saw ) wafat, tidak ada yang mengumpulkan Al-Qur’an kecuali empat orang: Abū Ad-Dardā ‘, Mu’ādh bin Jabal, Zaid bin Thābit dan Abū Zaid”{Bukhari}.

Riwayat lain dari Imam Ahmad Hambal atas sanad yang sama menerangkan bahwa seorang bapak membawa anaknya kepada Rasulullah saw dan berkata, “Ya Rasulullah, anak saya ini sepanjang hari kerjanya hanya membaca Al-Qur’an dan tidur di waktu malam.” Rasulullah saw bersabda, “Jika demikian, apa pula yang merisaukan kamu? Anakmu sepanjang hari zikir kepada Tuhan dan daripada ia berbuat dosa di waktu malam, ia melewatkan malam dengan tidur nyenyak.” Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang yang bertempat tinggal jauh dari Rasulullah saw pun telah ikut dan mulai beramai-ramai menghafal Al-Qur’an.

Dan Beliau ra juga menyampaikan beberapa faktor lain pada penjagaan Al-Qur’an, yakni: Tuhan memastikan bahwa orang-orang banyak yang mampu menghafal Al-Qur’an dari waktu ke waktu GUNA MENJAGA KEUTUHAN TEKS AL-QUR’AN, Yakni;

(1) Segera setelah sebuah wahyu diterima oleh Rasulullah saw wahyu itu ditulis dan beliau mendiktekannya. Sejumlah orang kita ketahui sebagai orang-orang yang pernah ditugasi oleh Rasulullah saw untuk maksud itu. Dari antara nama-nama itu 15 orang tersebut di bawah ini telah disebut dalam tarikh (Fath-al-Bari, jilid 9, hlm. 19):

1. Zaid bin Tsabit

2. Ubbay bin Ka’b

3. Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh

4. Zubair bin Al-‘Awwam

5. Khalid bin Sa’id bin Al-‘as6. Aban bin Sa’id al-‘As

7. Hanzala bin al-Rabi al-Asadi

8. Mu’aiqib bin Abi Fatima

9. Abdullah bin Arqam al-Zuhri

10. Syurahbil bin Hasana

11. Abdullah bin Rawaha

12. Abu Bakar

13. Umar

14. Usman

15. Ali

Bilamana Rasulullah saw menerima wahyu, beliau saw biasa memanggil salah seorang dari orang-orang itu dan mendiktekan kepadanya teks wahyu yang telah diterima beliau saw itu.

(2). Tiap-tiap orang Muslim tahu bahwa shalat berjamaah lima kali itu merupakan kewajiban tiap-tiap Muslim dan sebagian Al-Qur’an harus dibaca dalam tiap-tiap Shalat sehingga tiap-tiap orang Muslim mengetahui dan hafal sebagian Al-Qur’an. Jika tiap-tiap ratus dari Sahabat Rasulullah saw yang jumlahnya lebih dari seratus ribu itu bersama-sama hafal seluruh Al-Qur’an, maka Al-Qur’an itu akan terpelihara dalam ingatan para Sahabat itu lebih dari seribu kali.

(3). Seluruh hukum, dasar kepercayaan, falsafah, peraturanperaturan akhlak dan ajaran-ajaran Islam lainnya tercantum dalam Al-Qur’an. Pembangunan dan pemeliharaan suatu bangsa memerlukan bantuan semua itu. Rasulullah saw biasa mendidik orang-orang Muslim untuk menyempurnakan tugas dan kewajiban mereka yang beragam-ragam dan bermacam-macam itu bertalian dengan pembentukan suatu masyarakat yang beradab dan berbudaya. Umpamanya, sangat diperlukan hakim-hakim, ahli-ahli hukum, para pakar yang menjelaskan akidah-akidah dan mereka yang menerangkan peraturan-peraturan fiqah dan akhlak Islam; orang-orang itu tidak dapat menjalankan kewajiban mereka dengan se-baik-baiknya jika mereka tidak hafal Al-Qur’an di luar kepala.

(4). Rasulullah saw senantiasa menekankan keuntungan amat. besar diraih dari menghafal Al-Qur’an, bahkan begitu rupa sehingga diriwayatkan beliau pernah mengatakan bahwa orang yang hafal Al-Qur’an akan terpelihara dari siksaan neraka. Allah telah mengaruniakan kepada Rasulullah saw Sahabat-sahabat yang senantiasa berhasrat mendapat pahala dengan segala cara sehingga ketika beliau membuat pengumuman itu banyak sekali dari antara mereka yang mulai menghafalkan Al-Qur’an, termasuk juga mereka yang tidakbegitu cerdas dan mereka yang sama sekali bukan orang terpelajar.

Imam Ahmad Hambal meriwayatkan atas sanad ‘Abdullah bin Umar bahwa ada orang datang kepada Rasulullah saw dan berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, aku menghafalkan Al-Qur’an, tetapi tidak dapat menangkap arti sepenuhnya.” Hal itu berarti bahwa bukan saja orang-orang cerdik pandai yang biasa menghafalkan Al-Qur’an melainkan juga rakyat jelata.

ORANG-ORANG YANG HAFAL AL-QUR’AN

Di samping keempat pengajar Al-Qur’an yang telah dilatih oleh Rasulullah saw sendiri ada juga pembaca-pembaca Al-Qur’an yang hafal di luar kepala, diantaranya :

1. Zaid bin Tsabit, salah seorang pencatat wahyu.

2. Abu Zaid Qais bin Al-Sakan, seorang Ansar dari Banu Najjar, kabilah ibunda Rasulullah saw (Fathal-Bari, jilid 9, hlm. 49).

3. Abu al-Darda’ Ansari (Bukhari).

4. Abu Bakar yang diriwayatkan telah membiasakan diri menghafalkan Al-Qur’an sejak permulaan turun.

5. Ali bukan saja Hafiz Quran, bahkan tak lama sesudah Rasulullah saw wafat, mulai menyusun Alquran menurut urutan seperti yang diwahyukan.

6. Nasa’i meriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar pun Hafiz Quran dan sering membaca Al-Qur’an seluruhnya dalam satu malam ketika Rasulullah saw mendapat kabar itu, beliau menyuruh dia menghabiskan pembacaan Al-Qur’an itu dalam waktu satu bulan dan tidak boleh mencoba membaca habis seluruh Al-Qur’an dalam satu malam, karena hal itu terlalu berat untuk kesehatannya.

7. Abu ‘Ubaid meriwayatkan bahwa dari kalangan Muhajirin orang-orang berikut telah hafal Al-Qur’an: Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Talha, Sa’ad, Ibn Mas’ud, Hudhaifa, Salim, Abu Hurairah, Abdullah bin Sa’ib, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin ‘Abas.

Dan dari antara kaum wanita: Aisyah, Hafsah dan Umi Salmah. Kebanyakan dari antara mereka mulai menghafalkan Al-Qur’an di masa hidup Rasulullah saw, dan lain-lainnya sesudah wafat beliau saw. Ibn Abu Daud meriwayatkan dalam bukunya “Al-Syariat” bahwa Tamin bin Aus al-Dari dan ‘Uqba bin ‘Amir dari kaum Muhajirin juga telah hafal Al-Qur’an.

Dari kalangan Ansar yang terkenal telah menghafal Al-Qur’an di luar kepala adalah : ‘Ubada bin Samit, Mu’adz, Mujamma bin Haritsa, Fudhala bin Ubaid, Maslama bin Mukhallad, Abu Darda, Abu Zaid, Zaid bin Tsabit, Ubayy bin Ka’b, Sa’d bin ‘Ubada, dan Umm Waraqa.

AL-QUR’AN DIHAFAL DI LUAR KEPALA

Pada kenyataan yang sebenarnya sejumlah besar para Sahabat termasyhur telah hafal Al-Qur’an di luar kepala. Seperti telah diceriterakan dalam bab riwayat kehidupan Rasulullah saw berkenan dengan peristiwa mengenai Bi’ir Ma’una pada tahun keempat Hijrah Rasulullah saw mengirimkan tujuh puluh Sahabat sebagai guru untuk suku-suku tertentu, dan tiap-tiap orang dari mereka itu adalah Hafiz Quran.

Mereka yang hafal Al-Qur’an itu menggunakan sebagian besar waktu dengan membacakan Al-Qur’an kepada orang-orang lain pada waktu siang dan malam hari. Jadi, kita mengetahui bahwa di masa hidup Rasulullah saw Al-Qur’an bisa dicatat, bisa dihafalkan, senantiasa dibacakan dan ribuan orang hafal di luar kepala, walaupun belum dihimpun dalam satu jilid. (pengantar Mempeajari Al-Qur’an)

Hadhrat Muṣhlih Mau’ud ra Menambahkan hari ini, ketika orang-orang tak beragama telah mencapai klimaksnya, Allah Ta’ala telah mengutus Hadhrat Masih Mau’ud as yang telah memurnikan Al-Qur’an dari semua interpretasi dan komentar yang salah dan mempersembahkannya kepada dunia dalam bentuknya yang paling murni. Karenanya, dengan cara ini, Tuhan telah memastikan bahwa Al-Qur’an terjaga baik dalam naskahnya maupun dalam makna dan pesan yang sebenarnya.

Penjagaan Al-Qur’an juga telah Allah Ta’ala atur dari Al-Qur’an itu sendiri ketika diturunkan memastikan kemurniannya. Misalnya, Tuhan berfirman bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan perlahan-lahan sehingga Nabi Muhammad saw dan para sahabat dapat mempelajarinya secara metodis dan menyeluruh tanpa terburu-buru, Sebagaimana firman Ilahi:

وَ قُرۡاٰنًا فَرَقۡنٰہُ لِتَقۡرَاَہٗ عَلَی النَّاسِ عَلٰا مُکۡثٍ وَّ نَزَّلۡنٰہُ تَنۡزِیۡلًا

“Dan Al-Qur’an yang telah Kami membaginya dalam bagian-bagian supaya engkau dapat membacakannya kepada manusia dengan cara berangsur, dan Kami telah menurun- kannya bagian demi bagian. (QS. Isra :106)

Al-Qur’an harus memenuhi keperluan dua macam golongan manusia:

Al-Qur’an harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sementara yang akan datang dari mukhatabin (orang-orang yang menjadi tujuan seruannya ) pertama-tama, dan harus pula memenuhi keperluan ruhani langsung dari orang-orang yang pertama-tama masuk Islam.
Al-Qur’an harus menyediakan petunjuk bagi masalah-masalah manusia yang besar jumlahnya dan yang beraneka ragam itu untuk sepanjang masa.
Dengan kata lain, Al-Qur’an diturunkan begitu perlahan/bertahap, bahkan satu ayat lengkap pun tidak diturunkan setiap hari. Di dalam A-Qur’an sendiri ada diabadikan Satu keberatan orang kafir Dimana Al-Qur’an diturunkan betahap:

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلاً

“Dan berkata orang-orang yang ingkar, “Mengapakah Al-Qur’an tidak diturunkan kepada-nya seluruhnya sekaligus ? Seperti itulah Kami menurunkannya, supaya senantiasa dapat Kami meneguhkan hatimu dengannya. Dan Kami telah menyusunnya dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (QS. Al-Furqon: 32)

Mengapa Al-Qur’an diwahyukan berdikit-dikit dan pada waktu yang terpisah-pisah. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi beberapa tujuan tertentu yang sangat berguna : waktu selang antara wahyu berbagai bagian, memberikan kesempatan kepada orang-orang mukmin untuk menyaksikan sempurnanya beberapa nubuatan yang terkandung di dalam bagian yang sudah diwahyukan, dengan demikian keimanan mereka menjadi teguh dan kuat.

Tambahan pula, hal itu dimaksudkan untuk menjawab keberatan-keberatan yang dilancarkan oleh orang-orang ingkar dalam waktu selang itu. Bila orang-orang Muslim memerlukan petunjuk pada kejadian tertentu untuk memenuhi keperluan tertentu, maka ayat-ayat yang diperlukan dan bersangkut-paut dengan hal itu diturunkan.

Wahyu Al-Qura’n diturunkan sepanjang masa 23 tahun, agar para sahabat Rasulullah saw dapat menghafalkan, memperlajari, dan menyesuaikan diri. Seandainya wahyu Al-Qur’an diturunkan sekaligus dalam bentuk sebuah kitab yang lengkap, orang-orang ingkar dapat mengatakan, bahwa Rasulullah saw telah menyuruh seseorang menyiapkannya.

Dengan demi kian turunnya secara bertahap pada waktu-waktu yang berlainan, pada kesempatan-kesem-patan yang berlainan, dan di dalam keadaan-keadaan yang jauh sekali berbeda, menjawab keberatan yang mungkin di luar kepada dengan mudah. Diturunkannya Al-Qur’an berdikit-dikit, memenuhi juga nubuatan dalam Bible seperti berikut : “Maka siapa gerangan diajarkan pengetahuan? dan siapa diartikannya barang yang kedengaran itu ? kanak-kanak yang baharu lepas susukah? kanak-kanak yang baharu di ceraikan dari susu emaknya ? Karena adalah hukum bertambah hukum dan hukum bertam-bah hukum, syarat bertambah syarat dan syarat bertambah syarat, di sini sedikit, di sana sedikit” (Yesaya 28:9 – 10)

Dan tentang ayat ini, Hadhrat Masih Mau’ud as juga menulis menulis, “Orang-orang kafir berkata, ‘Mengapa Al-Qur’an tidak diturunkan satu kali?’ [Tuhan berfirman] Beginilah seharusnya agar Kami dapat menguatkan hatimu dari waktu ke waktu. Ini juga agar pengetahuan Ilahi dan jenis pengetahuan lainnya diajarkan pada waktu mereka sendiri, dengan tepat. Ini karena lebih sulit untuk memahami sesuatu sebelum waktunya. Dengan kebijaksanaan ini, Tuhan menurunkan Al-Qur’an selama 23 tahun sehingga nubuatan juga terpenuhi selama ini ”. [Haqīqatul Waḥī, Rūḥānī Khazā’in, Volume 22, Halaman 357]

Hadhrat Mirza Bashir Aḥmad ra telah mencatat bahwa Nabi Muhammad saw menghabiskan 7.970 hari sebagai Nabi, sedangkan jumlah ayat dalam Al-Qur’an adalah 6.236 dan jumlah kata dalam Al-Qur’an 77.934. Artinya rata-rata setiap ayat Al-Qur’an memiliki 12 kata, sedangkan rata-rata wahyu harian Al-Qur’an hanya 9 kata {Az-Zikrul Mahfūz (Qadian: Fazle Umar Printing Press, 2007)}.

AL-QUR’AN DALAM SATU JILID

Al-Qur’an pada masa hidup Nabi Muhammad saw tidak terkumpul dalam satu mushaf, Al-Qur’an tidak ada dalam bentuk buku yang seperti hari ini. Pada Tahan 12 H, dimasa Khilafat Abu Bakar Ash-Shidiq ra , ketika pertempuran perang Yamāma, 500 penghafal Al-Qur’an tebunuh, maka Umar bi Kaththab ra menyarankan kepada Abū Bakar Ash-Shidiq ra bahwa Al-Qur’an harus disusun dalam bentuk satu Mushaf.

Kejadian ini dijelaskan panjang lebar dalam Ṣaḥīḥ Bukhārī Kitābul Fadh ā’il dan menyebutkan bagaimana Abu Bakar ra memiliki keraguan pada awalnya karena menyusun Al-Qur’an ke dalam satu buku tidak pernah dilakukan selama masa hidup Nabi Muhammad saw tetapi akhirnya beliau menyadari kebutuhan hal ini, dan Beiau menugaskan Zaid bin Thābit ra untuk melakukan tugas ini. Ini karena Zaid bin Thābit ra adalah juru tulis Al-Qur’an yang paling tepercaya dan terkemuka selama masa hidup Nabi Muhamad saw. Mushaf ini berada ditangan Abu Bakar ra hingga Beliau wafat. Lalu Mushaf tersebut dipegang oleh Umar in Khahthab ra sampai Beliau wafat kemudian dipegang oeh Hafsah binti Umar ra, sebagai mana diriwayatkan oleh Hadits Bukhari.

Satu Hal yang sangat menarik dikemukakan oleh Hadhrat Mushlih Mau’ud ra kata-kata bahasa Arab yang Hadhrat Umar ra katakan kepada Hadhrat Abu Bakar ra adalah:

إِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ

Artinya, “Sesunggunya aku menyarankan kepadamu Mengumpulkan Al-Qur’an”. Dengan kata lain, Hadhrat Umar ra tidak menyarankan penulisan Al-Qur’an, tetapi menyarankan mengumpulkan Al-Qur’an menjadi satu Mushaf lengkap. Demikian pula, ketika Hadhrat Abu Bakar ra memanggil Hadhrat Zaid ra , Beliau berkata kepadanya ijma’hu , artinya dia harus mengumpulkannya di satu tempat.

Dia tidak menyuruhnya untuk menuliskannya untuk pertama kalinya. Hadhrat Mushlih Mau’ud ra menyimpulkan dengan mengatakan, “Kata-kata ini sendiri menunjukkan bahwa pada saat itu, pertanyaan di depan mereka adalah mengumpulkan halaman-halaman Al-Qur’an menjadi satu mushaf. Bukan Mereka menuliskannya sendiri” {Fadha ‘ilul Qur’an , Hadhrat Mirza Bashiruddin Maḥmud Aḥmad ra , hal. 25-26}.

NASKAH-NASKAH AL-QUR’AN DISTANDARKAN

Di zaman Hadhrat Usman ra keluhan-keluhan mulai terdengar bahwa berbagai suku melafalkan kata-kata Al-Qur’an tertentu dengan gaya sendiri-sendiri dan sebagai akibatnya orang-orang yang bukan-Islam, ketika mendengar kata-kata itu dilafalkan lain, mendapat anggapan yang salah seakan dalam teks Al-Qur’an terdapat perubahan-perubahan. Telah dijelaskan bahwa perbedaan-perbedaan itu akibat adanya kelainan dalam kebiasaan khas suku atau keluarga dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan teks ataupun mempengaruhi arti sesuatu kata. Walaupun demikian, Usman ra memandang bijaksana melarang perbedaan ucapan huruf-hidup.

Beliau telah menyiapkan salinansalinan teks yang telah dihimpun di zaman Abu Bakar dan mengirim salinan-salinan tersebut ke berbagai bagian daerah kekuasaan Muslim dan memberi perintah bahwa tidak diperkenankan me-ngadakan perubahan-perubahan dalam cara membaca Al-Qur’an yang menyimpang dari teks standar itu, sekalipun perubahan itu hanya mengenai pelafalan huruf-hidup.

Di zaman Rasulullah saw kehidupan masyarakat Arab terbagi atas kelompok-kelompok suku; tiap-tiap suku hidup terpisah dan bebas dari pengaruh suku lain. Dalam percakapan, mereka biasa melafalkan kata-kata tertentu sesuai dengan kebiasaan khas mereka sendiri.

Ketika mereka menerima Islam, mereka berbaur ke dalam masyarakat yang berbudaya dan dengan cepat bahasa Arab menjadi wahana kebudayaan itu. Seni aksara berkembang dengan cepat di kalangan orang-orang Arab dan menjadi sangat mudah bagi tiap-tiap orang dari antara mereka mempergunakan lafal yang tepat bagi tiap-tiap kata bahasa Arab. Bahasa yang dipergunakan di kota Mekkah menjadi patokan untuk tujuan ini.

Oleh karena itu, di zaman Usman ra tidak diberi kesempatan sedikit pun untuk membenarkan perbedaan hafal huruf-hidup menurut kebiasaan suku dalam pembacaan Al-Qur’an. Terutama jika perbedaan-perbedaan itu dapat menjurus kepada salah tanggap dalam pikiran orang-orang bukan-Arab.

Teks Al-Qur’an yang disebarkan oleh Usman ra itu betul-betul sama dengan teks Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Pula, tetap tidak ada alasan sedikit pun untuk ragu-ragu bahwa teks Al-Qur’an tetap seterusnya berada dalam keadaan benar-benar murni dan tak mengalami perubahan sejak Usman ra menyebarkan salinan teks yang baku ke berbagai bagian wilayah kekuasaan Islam.

Salinan-salinan itu pada gilirannya diperbanyak begitu banyak dan cepat sehingga dalam waktu yang singkat sekali hampir tiap-tiap orang Muslim yang dapat membaca dan menulis memiliki naskah Al-Qur’an sendiri. Diriwayatkan bahwa beberapa tahun kemudian dalam Perang Saudara antara Ali dan Mu’awiyyah perajurit- perajurit Mu’awiyyah sekali peristiwa mengikatkan naskah-naskah Al-Qur’an pada ujung tombaknya dan menyatakan bahwa Al-Qur’an memberikan keputusan antara kedua pihak yang berhadap-hadapan itu (The Chaliphate). Hal itu membuktikan bahwa pada saat itu telah menjadi kebiasaan tiap-tiap orang Muslim memiliki naskah masing-masing.

Pembacaan, penyalinan, dan penerbitan Al-Qur’an selalu dipandang oleh Islam sebagai amal yang dinilai dari segi kerohanian sangat besar hikmahnya. Sejarah menceriterakan bahwa para ulama akbar dan bahkan raja-raja Islam pun mempunyai kegemaran menyalin sendiri Al-Qur’an. Bahkan di negeri bukan-Arab, seperti India, berabad-abad sesudah zaman Rasulullah saw, ketika orang-orang Islam dalam beberapa hal telah meniru adat dan kebiasaan Hindu, Sri Maharaja Mongol yang termasyhur, bernama Aurangzeb, biasa mengisi waktu-waktunya yang terluang menyalin teks Alquran.

Diriwayatkan bahwa beliau menulis sendiri tujuh salinan yang lengkap. Kebiasaan menghafalkan Alquran itu tidak berlaku hanya di zaman Rasulullah saw atau Khulafa Rasyidin. Bahkan sesudah naskah-naskah yang ditulis tangan mulai berlipat ganda banyaknya dan mudah dapat diperoleh. Al-Qur’an di tiap-tiap abad biasa dihafal oleh banyak sekali orang-orang Islam.

Taksiran yang kasar menyebut antara seratus ribu dan dua ratus ribu orang Islam telah hafal Al-Qur’an di sepanjang sejarah Islam dan kadang-kadang jumlah sebenarnya jauh lebih besar daripada perkiraan. Penulis-penulis Eropa, karena tidak dapat menyelami perasaan orang-orang Islam dan kadar cinta serta keikhlasan yang dinyalakan Al-Qur’an dalam hati mereka, sukar dapat mempercayai bahwa dengan cara demikian kemurnian dan keutuhan teks Al-Qur’an telah dapat dipelihara oleh orang-orang Islam.

Mereka berpendapat bahwa sejarah tidak mencatat satu contoh dari seorang pun yang telah menghafalkan Bible dan oleh karena itu, menurut anggapan mereka, tidak mungkin Al-Qur’an dihafal seluruhnya oleh sejumlah orang yang besar bilangannya di tiap-tiap generasi. Tetapi, harus diingat bahwa salah satu dari ciri khas Al-Qur’an ialah, bahasanya sangat berirama dan hal itu menjadikan sangat mudah untuk dihafalkan. Anak sulung Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra, Hahrat Mirza Nasir Ahmad yang meraih gelar B.A. dari Universitas Punjab dan gelar M.A. dari Universitas Oxford, di bawah pengawasan Beliau ra sendiri telah hafal Al-Qur’an sebelum ia melanjutkan pelajaran pada sekolah umum. Sesudah Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad ra wafat beliau terpilih menjadi Khalifatul Masih III.

Dalam bulan Ramadhan seluruh Al-Qur’an dibaca dengan suara nyaring dalam shalat berjamaah di semua masjid jami’ di seluruh dunia. Imam membaca Al-Qur’an dan seorang Hafiz lain berdiri tepat dibelakangnya dan memperhatikan ketepatan pembaca-annya dan membantu membetulkan jika perlu. Dengan cara demikian seluruh Al-Qur’an dibaca di luar kepala selama bulan Ramadhan di dalam sejumlah ratusan ribu masjid di seluruh dunia.

Itulah macam-macam cara dan upaya penjagaan yang dilakukan oleh orang-orang Islam untuk menjaga dan memelihara kemurnian dan keutuhan teks Al-Qur’an dengan hasil yang begitu baik sehingga musuh-musuh Islam yang paling besar pun terpaksa mengakui bahwa teks Al-Qur’an telah terpelihara dengan baik lagi sempurna sejak wafat Rasulullah saw. Oleh karena itu, dapat dinyatakan dengan sepenuh keyakinan bahwa Al-Qur’an yang ada sekarang benar-benar sama dengan Al-Qur’an yang disampaikan oleh Rasulullah saw (Pengantar memelajari Al-Qur’an)

Bukti pelestarian penjagaan teks Al-Qur’an cukup luas. Penemuan manuskrip Al-Qur’an baru-baru ini memberikan bukti lebih lanjut untuk ini. Itu ditemukan di Universitas Brimingham dan para ahli mengatakan bahwa itu mungkin manuskrip Al-Qur’an tertua di dunia. Ini berasal dari periode 568 M hingga 645 M yang memungkinkan naskah dari zaman Nabi Muhammad saw sendiri. (http:www.bbc.com/news/business-35151643, 5 April 1201).

Hal ini berisi bagian dari ayat 18 sampai 20 dari Al-Qur’an dan perbandingan dengan publikasi Al-Qur’an saat ini mengungkapkan bahwa mereka identik, tanpa perbedaan. Terlepas dari semua bukti ini, jika beberapa kritikus keberatan dengan pelestarian Al-Qur’an, itu hanya karena bias. Peneliti yang jujur di bidang ini tidak punya pilihan selain menegaskan bahwa Al-Qur’an tentang pejagaan kelestariannya yang sempurna memang telah terpenuhi, Karena Al-Qur`an dijaga langsung oleh Ilahi.

Al-Qur’an sebagai Kitab Suci dan Kallamullah Terakhir bagi umat Manusia memang tidak diragukan dan sudah sepatutnya Al-Qur`an dijaga langsung oleh Ilahi.

https://www.islam-damai.com/al-quran-dijaga-langsung-oleh-ilahi/

Klik link nya:
https://wp.me/pcKMoU-w

Klik link nya
https://mubarakachmad73.blogspot.com

Klin link nya
http://adeisnaini72.blogspot.com

Klik link nya:
https://blongersuksesindonesia.blogspot.com/2021/02/memahami-prasyarat-khalifah-yang-benar.html

15 comments

Tinggalkan komentar