BERDO’ALAH AGAR SUAMI TIDAK MENIKAH LAGI // Rishtanata Part 4

Mln. Mubarak Achmad

بسم الله الر حمن الر حيم   نحمده و نصلى على رسوله الكريم   و على عبده المسيح الموعود

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
أشْهَدُ أنْ لا إله إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيك لَهُ ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. أما بعد

Jumpa lagi para Pembaca dan pendengar Pelita Ilahi yang dianugerahi kasih sayang Ilahi, hari ini kita akan membahas berkenaan Rishtanata tentang BERDO’ALAH AGAR SUAMI TIDAK MENIKAH LAGI // Rishtanata Part 4

Terdapat banyak masalah dan terciptanya pertengkaran disebabkan seorang suami menikahi istri kedua bahkan ketika hanya baru niat. Bagi para laki-laki harus senantiasa ingat, meskipun Islam telah mengizinkan menikah kedua kali tetapi izinnya ialah bersyarat dan demi kebutuhan yang sebenarnya. Hal ini tentu bukanlah timbul terkait pertemanan yang buruk demi memenuhi nafsu seseorang dengan menikah lagi terpengaruh oleh situasi Negara Barat yang bebas atau karena Allah Ta’ala telah menganugerahi kemakmuran dan kelapangan rezeki kepada mereka.

Mengenai ini Hadhrat Masih Mau’ud as, Pendiri Ahmadiyah telah memberikan kita penjelasan rinci yang harus selalu kita jadikan renungan, “Hukum Allah tidak boleh digunakan bertentangan dengan tujuannya, juga tidak boleh digunakan sebagai tameng bagi pemanjaan nafsu syahwat diri. Jika melakukan hal ini, maka ini adalah sebuah ma’shiyat (dosa besar). Allah telah berulang kali memberikan peringatan agar jangan menyerah pada nafsu duniawi. Hanyalah ketakwaan saja yang seharusnya menjadi motif Anda untuk segalanya. Apabila terjadi kaum laki-laki yang menikah lagi demi pemuasan nafsu syahwat dengan membuat helah beralasan Syariat maka dampaknya tidak lain kecuali orang-orang dari umat agama lain menuduh, ‘Orang-orang Islam kerjanya hanya mengawini wanita saja.’ (Artinya jika kalian menikahi lebih banyak wanita dengan mengambil Syariat sebagai alat legitimasi demi memuaskan nafsu syahwat kalian maka ini tidak benar)

Suatu kesalahan mutlak bahwa demi hanya mengedepankan nafsu syahwat kalian tinggalkan istri kalian yang pertama lalu membuat pernikahan baru dengan wanita lain. Hal inilah yang membuka peluang orang-orang mengecam orang-orang Islam tidak ada kerjaan lain kecuali menikah saja.) Dosa bukan hanya zina saja. Bahkan, terjadinya nafsu syahwat dalam hati dalam corak jelas juga adalah dosa. Suatu keharusan bagi seseorang untuk menyedikitkan semampu mungkin dalam menikmati kesenangan duniawi. Ia harus menjadi pembenaran ayat, فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلاً وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا ‘Banyak-banyaklah menangis dan kurangi tertawa.’ (Surah at-Taubah, 9:82)

Kalau kebanyakan aktifitas seseorang hanya menikmati kesenangan duniawi dan kesibukannya bersenang-senang dengan istrinya siang-malam maka kapan pula dia dapat menangis di hadapan Allah Taala. Ini jugalah keadaan terkait aktifitas laghau lainnya yang terjadi pada orang-orang. Kebanyakan orang berusaha keras dalam mengikuti dan menyokong pemikiran yang menjauhkan mereka dari kehendak sejati Allah. Meskipun Allah telah memperbolehkan bagi kita banyak hal duniawi, hal ini tidak berarti bahwa kita menghabiskan seluruh hidup kita memanjakan dan menikmatinya saja.

Allah Ta’ala telah berfirman mengenai kualitas para hamba-Nya, وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (Surah al-Furqan, 25:65) Bagaimana mungkin orang yang memberikan benar-benar semua waktu, energi dan perhatian hanya untuk menghabiskan waktu dengan istrinya menghabiskan malam dalam beribadah kepada Allah seperti yang Dia inginkan. Ia tidak hanya menikahi seorang wanita bahkan istrinya menjadi semacam sekutu Tuhan baginya. Nabi Muhammad saw memiliki 9 istri. Meski demikian, beliau melewati malam dalam ibadah kepada Allah.

Hadhrat Masih Mau’ud as, Pendiri Ahmadiyah kemudian bersabda: “Ingatlah dengan baik bahwa kehendak Allah ialah kalian tidak boleh sepenuhnya dikuasai oleh nafsu birahi. Jika pada kalian ada kebutuhan untuk menyempurnakan ketakwaan kalian maka kalian diperbolehkan untuk menikah dengan perempuan lagi.” (dasar sejati untuk menikah kedua kalinya adalah takwa. Jika demikian, maka menikah lagi diperbolehkan. Namun semua orang yang ingin menikah untuk kedua kalinya harus menilai diri apakah mereka melakukan hal itu berdasarkan taqwa atau hanya dari keinginan nafsu birahi mereka belaka?)

Kemudian Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda lagi: “Ketahuilah bahwa orang yang menikah dengan lebih dari satu istri demi memuaskan keinginan seksual semata adalah jauh dari esensi Islam yang sebenarnya. Ini adalah tanda yang rentan kerusakan seseorang jika setiap siang hari yang terbit dan malam yang jatuh, ia tidak hidup dengan cermat dan sederhana dan jika ia menangis sedikit atau tidak menangis sama sekali dan banyak tertawa.” [hanya ingin hidup enak]

Selanjutnya, Hadhrat Masih Mau’ud as telah menasihati kaum wanita juga bahwa jika suami mereka ingin menikah lagi untuk alasan yang benar dan murni, maka mereka tidak boleh protes atas hal itu. Namun, beliau as juga berkata kepada kaum perempuan bahwa merupakan hal yang benar bagi mereka untuk sejak awal berdoa agar Allah tidak pernah menyebabkan mereka menghadapi kesulitan tersebut [keadaan yang menyebabkan suami menikah lagi]. Sementara itu, pada sisi lainnya beliau as juga berkata kepada kaum pria juga bahwa mereka tidak boleh menikah lagi hanya dari keinginan penuh nafsu, tapi murni berdasarkan taqwa. Beliau as bersabda, “Kaum wanita di masa kita ini terlibat dalam bid’ah-bid’ah tertentu. Mereka memandang ta’adduduz zaujaat (pria menikahi lebih dari satu wanita) dengan pandangan sangat membenci seolah-olah mereka bukan kaum beriman. Syariat Allah mengandung obat bagi setiap jenis penyakit. Jika tidak ada ta’adduduz zaujaat dalam Islam maka pasti dalam Syariatnya tidak ada solusi bagi keadaan-keadaan yang terkadang membuat kaum pria terpaksa menikah lagi. Misalnya bila istri tertimpa penyakit kurang waras, sakit menahun yang membuatnya tidak bisa melakukan pekerjaan apa pun seterusnya, atau terkena kecacatan lainnya sehingga kondisinya menyedihkan atau membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan pernikahan; sementara itu, suaminya dalam kondisi yang patut dikasihani karena tidak bisa menahan diri menjalani kesendirian. Merupakan sebuah jenis kekejaman bila seorang pria dalam kondisi itu tidak diperbolehkan menikah lagi.

Pada kenyataannya, Syariat Allah telah membuat jalannya terbuka untuk para pria berdasarkan keadaan tertentu, Tuhan juga telah membuat sebuah jalan terbuka bagi kaum perempuan yang dalam keadaan mendesak jika misalnya suaminya tidak fit (tertimpa sebuah penyakit yang membuatnya tidak bisa bergerak), dia bisa mencari Khula’ melalui otoritas yang relevan yaitu Qadhi [perceraian yang diprakarsai oleh istri melalui pengadilan].

Hukum Allah Ta’ala adalah seperti sebuah toko medis yang tidak akan bisa berkembang jika tidak menyediakan pengobatan untuk semua penyakit. Bukankah benar bahwa kaum laki-laki terpaksa menanggung beberapa kesulitan yang membuatnya terpaksa menikah lagi? Apa manfaat Syariat yang tidak bisa mengobati semua dilema (situasi sulit) ini?

Injil hanya mengijinkan perceraian dengan bersyarat karena perzinaan tetapi tidak menjelaskan obat-obat lain bagi pertengkaran suami-istri yang menjadikan keduanya seperti musuh.

Namun Hadhrat Masih Mau’ud as memberi nasihat kepada kaum wanita, “Wahai kaum wanita! Janganlah khawatir! Sesungguhnya Kitab yang kalian ikuti tidak memerlukan campur tangan manusia seperti Injil, melainkan mempertahankan hak-hak perempuan seperti halnya laki-laki. Jika seorang perempuan tidak suka suaminya menikah lagi dengan perempuan lain maka dia bisa minta khula’ (pengajuan cerai) melalui Qadhi (hakim). Merupakan haq Allah untuk menyebutkan dalam Syariat-Nya semua situasi dalam berbagai peristiwa yang bisa saja terjadi di kalangan umat Muslim supaya Syariat-Nya tidak cacat.

Wahai kaum wanita! Kalau suami kalian ingin menikah lagi maka jangan mengkritik Tuhan. Tapi kalian harus banyak berdoa, supaya diselamatkan dari ujian dan musibah. (Artinya, jika suamimu ingin menikah lagi, sang istri diperbolehkan berdoa supaya diselamatkan dari hal itu, yaitu musibah dan ujian tersebut, yakni supaya jangan sampai suaminya menikah lagi.) Tak diragukan lagi, jika seorang laki-laki menikah lagi dan tidak memperlakukan kedua istrinya dengan tidak adil maka ia telah berlaku zalim dan pantas dihukum. Ada pun kalian janganlah menarik murka Allah atas kalian dengan berlaku dosa. Setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Jika kalian dalam pandangan Allah termasuk wanita yang salehah maka Allah pasti akan menjadikan suami kalian saleh pula.

Tidak diragukan lagi bahwa Syariat memberi izin untuk menikah lagi bagi seorang suami dengan berbagai hikmah. Namun, Qadha dan Qadar terbuka bagi kalian di depan kalian. Jika kalian tidak mengkritik tajam terhadap peraturan Syariat maka manfaatkanlah hukum Qadha dan Qadar melalui doa-doa karena Qadha dan Qadar (Keputusan Ilahi) lebih dominan dibanding peraturan Syariat. Bertakwalah diri pada Allah Ta’ala dan janganlah memandang abadi kehidupan dunia beserta kesenangannya.”

Apa itu memanfaatkan undang-undang Qadha dan Qadar? Maksudnya ialah dia harus berdoa supaya pikiran untuk menikah lagi dihapus dari pikiran suaminya. Memang benar menikah kedua kali diperbolehkan bagi seorang suami. Namun, jika sang istri berdoa ini dari hati maka doanaya dikabulkan dengan tidak akan mengalami musibah dan kesusahan itu yaitu kemungkinan suaminya menikah lagi bahkan tidak akan pernah muncul.

Kita berdoa kepada Allah supaya Dia menganugerahi akal dan kecerdasan kepada semua anggota Jemaat baik laki-laki maupun perempuan dan memberi taufiq pada mereka untuk dapat menyelesaikan masalah rumah tangga mereka berdasarkan perintah-perintah Ilahi dan mengutamakan agama diatas kesenangan-kesenangan duniawi serta takut dan takwa kepada Allah senantiasa. Lebih lanjut kita berdoa semoga semua kesulitan yang terkait pernikahan secara umum Dia hilangkan – karena banyak masalah yang timbul. Dan semoga semua dapat memahami tujuan hakiki pernikahan; yaitu tidak untuk memuaskan hasrat duniawi, melainkan untuk mendahulukan iman dan mendidik generasi mendatang agar selalu berjalan di jalan agama dan mendapatkan keturunan yang saleh/salehah supaya menjadi generasi mendatang pengkhidmat agama dan mewarisi karunia-karunia Ilahi. Aamiin

وَالسَّلاَمُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى

1 comments

Tinggalkan komentar