Keteladanan Nabi Muhammad Saw Dalam Menangani Orang Sakit


لَقَدْ جَآءَ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِاْلمؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

‘Laqad jaa-akum rasuulum min anfusikum ‘aziizun ‘alaihi maa ‘anittum hariishun ‘alaikum bil mu-miniina ra-uufur rahiim.’

“Sesungguhnya seorang Rasul diantara kalian telah datang kepada kalian. Dia tidak kuat menahan derita yang kalian tanggung. Dia menghendaki kebaikan pada kalian. Dia sangat murah hati dan penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At-Taubah [9]: 128)

Dimana Hadhrat Rasulullah saw gelisah untuk kebaikan rohani orang lain dan kaumnya dan guna mengikatkan mereka kepada Allah Ta’ala, disana timbul gejolak simpati yang mendalam yang memenuhi hati beliau saw disebabkan penderitaan makhluk. Kesadaran akan penderitaan orang lain melebihi penderitaan beliau saw sendiri. Bahkan, penderitaan sendiri beliau saw tidak rasakan. Setiap waktu beliau saw berpikir, dimana aku mendapatkan peluang dan aku punya rasa simpati terhadap makhluk Allah, aku dapat berguna untuknya, aku panjatkan doa-doa bagi mereka dan aku singkirkan penderitaan-penderitaan mereka.

Dalam kaitan ini, Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda: “Daya tarik dan semangat diberikan kepada seseorang” (yakni, kekuatan untuk merasakan penderitaan-penderitaan dan kesadaran untuk menjauhkan penderitaan diberikan) “Ketika dia berada di bawah jubah Allah Ta’ala dan menjadi naungan Allah Ta’ala (zhilullah). Lalu, dia mendapati dalam dirinya sebuah kegelisahan demi rasa simpati dan kebaikan kepada makhluk. Nabi kita yang mulia saw melebihi semua Nabi dalam kedudukan ini. Oleh karena itu, beliau saw tidak tega melihat penderitaan makhluk. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ Itu artinya, Rasul ini tidak tega menyaksikan penderitaan-penderitaan kalian. Beliau sangat menderita terhadap hal itu dan beliau merasakan kegelisahan setiap saat guna mendatangkan manfaat-manfaat yang besar bagi kalian.”[ Al-Hakam, jilid 6, nomor 26, halaman 6, tanggal 24 Juli 1902]

Teladan Hadhrat Rasulullah saw bahwa bagaimana beliau saw selalu konsen terhadap menjenguk dan menjaga orang sakit serta doa-doa.

Kita ketahui dari teladan beliau saw bahwa gejolak perasaan yang beliau saw ungkapkan demi penderitaan orang lain tidak beliau saw tampilkan untuk diri beliau saw dan penderitaan beliau saw sendiri. Sebagaimana telah saya katakan bahwa beliau senantiasa memanjatkan doa-doa dengan penuh rintihan, sehingga sangat sulit untuk mendapati bandingannya. Saya akan sampaikan beberapa contoh, beberapa peristiwa, bagaimana beliau saw selalu berdoa untuk orang-orang sakit? Bagaimana beliau pergi dan menanyai mereka? Bagaimana karakter beliau saw?

Tertera dalam sebuah riwayat, Hadhrat Abu Umamah ra memberikan kesaksian,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ شَيْءٍ عِيَادَةً لِلْمَرِيضِ 

‘Wa kaanan Nabiyya shallallahu ‘alaihi wa sallam ahsana syai-in ‘iyaadatan lil mariidh.’ – “Beliau saw adalah sebaik-baik penjenguk (orang sakit) diantara semua orang.”[Sunan An-Nasai, kitab Al-Jana’iz, bab ‘Adad At-Takbir ‘Ala Al-Janazah]

Jadi, jelas bahwa beliau saw selalu mengunjungi orang sakit dengan penuh rasa simpati melebihi sahabat-sahabat beliau saw. Penderitaan sekecil apapun pasti dirasakan oleh seseorang. Di dalamnya juga beliau saw selalu bertanya-tanya. Ketika seseorang terserang penyakit, tetapi jika sakitnya lebih dari 2/3 hari dan diketahui oleh beliau saw, maka beliau saw segera pergi menjenguknya dan berdoa untuknya.

Karena itu, tertera dalam sebuah riwayat dalam kaitan ini bahwa Hadhrat Anas Bin Malik ra menceritakan,

 كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ لاَ يَعُودُ مَرِيضًا , إِلاَّ بَعْدَ ثَلاَثٍ. 

‘Kaanan Nabiyya shallallahu ‘alaihi wa sallama laa ya’uudu mariidhan, illa ba’da tsalaatsin.’ – “Nabi yang mulia saw selalu pergi mengunjungi orang sakit yang lebih dari 3 hari.”[Sunan Ibnu Majah, kitab Al-Jana’iz, bab Maa Ja’a Fi ‘Iyadat Al-Maridh]

Sebagaimana tertera dalam riwayat pertama bahwa tidak ada penjenguk orang sakit melebihi beliau saw Ketika beliau saw pergi untuk mengunjungi orang sakit dengan penuh cinta dan kasih sayang, maka setengah penyakit orang tersebut seolah-olah menjadi hilang sendiri. Pada umumnya nampak bahwa jika seorang dokter memeriksa seorang pasien dengan konsentrasi (penuh perhatian) mendengarkan keluhannya maka setengah penyakit pasien tersebut menjadi hilang.

Para pasien menyukai para dokter yang memperhatikan mereka dengan penuh perhatian dan mendengarkan perkataan mereka. Bagaimana mungkin seorang pasien tidak akan merasakan kepulihan dengan kedatangan seorang tabib seperti itu yang melebihi semua tabib dan semua dokter? Yakni kedatangan seorang tabib yang mendengarkan keluhan pasien dengan penuh perhatian dan mendoakannya juga.

Keberkatan yang ada dalam pengobatan seorang pasien terjadi dengan karunia Allah Ta’ala. Kalau tidak ada izin Allah Ta’ala, maka tidak ada penyembuhan dalam obat. Penyembuhan dalam obat juga terjadi dengan perintah Allah Ta’ala. Inilah cara beliau saw bahwa kapan pun beliau saw pergi kepada orang sakit, pertama-tama beliau saw memanjatkan doa untuknya.

Hadhrat Aisyah ra menjelaskan bahwa ketika Hadhrat Rasulullah saw pergi untuk menjenguk seorang istri beliau saw, maka beliau saw mengusapkan tangan kanan beliau saw dan berdoa:

 اَذْهِبِ اْلبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ وَ اشْفِ اَنْتَ الشَّافِىْ لاَ شِفَاءَ اِلاَّ شِفَاءُكَ شِفَاءٌ لاَّ يُغَادِرُ سَقَمًا

Adz-hibil ba-sa Rabban naasi wasyfi Antasy Syaafi laa syifaa-a illa syifaa-uka syifaa-an laa yughaadiru saqama’

“Jauhkanlah penyakit ini, wahai Tuhan umat manusia. Berikanlah kesembuhan, karena Engkau Maha Penyembuh. Tidak ada penyembuhan kecuali penyembuhan Engkau. Berikanlah kesembuhan yang tidak meninggalkan sedikit pun tanda penyakit itu.”[Muslim, kitab As-Salam, bab Istihbab Ruqyat Al-Maridh]

Ini bukan hanya untuk keluarga beliau saw sendiri, bahkan beliau saw bersikap demikian kepada orang-orang sakit yang lain. Kapanpun beliau saw pergi untuk menjenguk orang sakit, maka beliau saw pasti memanjatkan doa untuknya.

Karena itu, kita hendaknya senantiasa memohon kebaikan-kebaikan dua alam kepada Allah Ta’ala.

Sebagaimana telah saya katakan, dimana beliau saw gelisah melihat penyakit jasmaniah, menghibur, mendoakan, maka disana timbul juga kegelisahan untuk orang-orang yang sakit rohaniah. Beliau saw memiliki perasaan yang amat pedih secara khusus dengan orang-orang yang terikat dengan beliau saw. Beliau saw senantiasa berupaya supaya hati mereka suci dan ketika mereka hadir di hadapan Allah Ta’ala, pandangan rahmat-Nya tertuju pada mereka. Didapati juga keterangan tentang suatu peristiwa dalam sebuah hadis. Hadhrat Anas ra menceritakan bahwa seorang anak Yahudi (pelayan Hadhrat Rasulullah saw) sakit. Hadhrat Rasulullah saw pergi untuk menjenguknya. Beliau saw duduk di bantalnya dan menanyakan ihwal keadaannya serta mendorongya untuk menerima Islam. Anak tersebut memandang bapaknya yang sedang duduk di sampingnya. Bapaknya mengatakan, “Percayailah perkataan Abul Qasim (Hadhrat Rasulullah saw).” Oleh karena itu, dia menerima Islam. Hudhur saw pulang dari sana sambil berkata penuh bahagia, “Segala puji bagi Tuhan Yang Mahagagah yang telah menyelamatkan pemuda ini dari api neraka”.[Bukhari, kitab Al-Jana’iz, bab Idza Aslam As-Shabiyyu Fa Maata, Hal Yushalli ‘Alaih]

Semoga ribuan shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Suci saw Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik kepada kita untuk berjalan pada uswah tersebut dan nasehat-nasehat yang bisa memberikan taufik kepada kita untuk mengkhidmati makhluk-Nya.

Tinggalkan komentar